Latar Belakang:
Indonesia merupakan negara kepulauan
yang diatur dalam pasal 25A UUD 1945. Bunyi pasal tersebut yakni, “Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah kepulauan yang berciri Nusantara
dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan
undang-undang.” Namun, dalam praktiknya banyak kasus oleh oknum atau bahkan
pemerintahnya sendiri menjual atau menyewakan pulau-pulau yang ada di
Indonesia.
Luhut Panjaitan (Menteri Koordinator
Bidang Kemaritiman), menyatakan bahwa saat ini Indonesia memiliki sebanyak
4.000 pulau tak bernama yang potensial untuk dikembangkan sebagai tempat
wisata. Selain itu, ia mengatakan akan memberikan kesempatan bagi asing untuk
memberi nama kawasan di pulau-pulau tertentu
yang ada di Indonesia.
Masalah :
Dikutip dari jkt.property.com/pro-kontra-penjualan-pulau-di-indonesia/ awal Desember 2007 lalu, Karangasem
Property memasang iklan Pulau Panjang (33 hektar) dan Pulau Besar (5 hektar) di
Sumbawa, NTB. DPR, aparat militer, pemerintahan pusat dan daerah beranggapan
bahwa tindakan tersebut mengingkari pasal 33 ayat 3 yang bunyinya, “bumi, air,
kekayaan alam yang didalamnya dikuasai negara”
Pihak Karangasem setelah dimintai
keterangan menjelaskan bahwa, kata “For Sale” pada laman webnya memiliki arti
lain yaitu merupakan kata kunci pada internet untuk memudahkan investor. Selain
itu, para investor menyatakan tidak tertarik karena kedua pulau tersebut tidak
dijual/diinvestasikan sebagai kasino (rumah judi) karena hukum Indonesia tidak
melegalkan perjudian.
Kasus jual-beli pulau menuai protes
banyak pihak. Juni 2007, pemerintah memergoki praktik jual-beli Pulau Bawah di
perairan selatan Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau yang dihargai hanya
Rp. 1 miliar. Pihak Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya
Kelautan dan Perikanan (P2SDKP) menemukan keganjilan, dimana akta tanah pulau
tersebut dimiliki seorang nelayan. Pulau Bawah dan Pulau Kulueng di Kabupaten
Natuna, Kepulauan Riau, kabarnya juga sudah dijual kepada pengusaha Singapura
dan akan dibangun sebagai destinasi pariwisata.
Pada 2006 Pulau Bidadari nan elok di
Nusa Tenggara Timur juga dikabarkan sudah dijual kepada PT Reefsekers
Kathernest Lestari, yang sahamnya juga dimiliki seorang warga negara Inggris.
Harga pulau seluas 15 hektar itu konon tidak mencapai Rp500 juta. Pemerintah
Provinsi NTT membantah bahwa pihaknya menjual pulau tersebut. Pihak Badan
Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) NTT mengemukakan, pihaknya hanya
memberikan hak pengelolaan Pulau Bidadari selama 20 tahun kepada warga negara
Inggris tersebut. Itu pun hanya terbatas seluas 5 hektar dari total luas pulau
15 hektar. PT Reefsekers Kathernest Lestari telah mengantongi izin pembangunan
resor perhotelan dari Bupati Manggarai yang dikeluarkan pada 2003 dan Izin
Usaha Tetap (IUT) yang dikeluarkan 2001.
Meskipun mengundang
kontroversi—sampai ke tingkat presiden—PT Reefsekers Kathernest Lestari
bersikeras bahwa mereka membeli Pulau Bidadari dengan prosedur yang benar.
Kasus yang hampir mirip dengan Pulau Panjang dan Pulau Meriam juga pernah
dialami Pulau Sultan yang berada di Kepulauan Riau. Pada Februari 2006 pulau
ini masuk dalam listing pulau-pulau yang dijual pada situs
privateislandonline.com dan dibanderol seharga US$27,5 juta. Namun setelah
mendapat kecaman dan protes, akhirnya pengelola situs menghapus Pulau Sultan
pada listing pulau-pulau yang dijual.
Dikutip dari tempo.co Luhut Panjaitan mengatakan,
kedatangan turis akan membuka lapangan kerja lebih luas bagi masyarakat
Indonesia. Negara lain
yang berinvestasi di Indonesia, akan menambah penghasilan negara dari sisi
pajak.
Ide untuk membuka pengelolaan pulau
bagi investor asing itu muncul saat Luhut mengunjungi salah satu koleganya di
Jepang. Luhut berkonsultasi bagaimana bisa mendatangkan minimal 10 juta turis
per tahun ke Indonesia. Kemudian teman Luhut mengatakan bahwa Jepang sendiri
tak tanggung-tanggung menargetkan sebanyak 40 juta turis berkunjung ke Negeri
Sakura itu.
Luhut beranggapan, memberi nama 4000
pulau kecil di Indonesia itu sulit. Sehingga ia memberi kesempatan pada
investor untuk memberi nama pulau tersebut. Tetapi bukan berarti pulau tersebut
milik asing.
Di masa pemerintahan Presiden
Abdurahman Wahid (Gus Dur), pemerintah pernah melontarkan ide menyewakan
2.000-10.000 pulau kecil tak berpenghuni yang tersebar dari mulai Aceh,
Sumatera Utara, Riau, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua). Dengan menyewakan
2.000 pulau-pulau kecil saja, diperkirakan selama 20 tahun ke depan dana yang
bisa dihasilkan mencapai tidak kurang dari US$20 miliar, bila tarif sewanya
US$2 juta-US$10 juta setiap pulau selama 20 tahun. Kabarnya pengusaha asal
Kuwait, Singapura, dan Jepang sudah melirik pulau-pulau tersebut. Tapi rencana
pemerintah tersebut menuai protes dari banyak pihak.
Menurut Christian P. Halim, pemilik
Pulau Umang [Pulau Umang Resort & Spa] mengungkapkan sebenarnya tidak ada
salahnya bila pemerintah menyewakan pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia
kepada investor, baik lokal maupun asing. “Dari pada tidak dimanfaatkan, lebih
baik disewakan. Banyak kok yang minat investasi, persoalannya tinggal bagaimana
pemerintah membuat perangkat perizinan yang kondusif bagi investor,” katanya.
Christian mengaku membeli Pulau Umang awal 1970an dengan status hak milik.
Pertanyaan :
1.
Bagaimana menurut kalian mengenai masalah ini dengan dasar pasal 33 UUD 1945?
Jawab :
Pasal
33 ayat 3 yang sudah dicantumkan pada wacana merupakan ciri bahwa kekayaan alam
indonesia mencakup bumi, air dan seluruh wilayah dikuasai oleh negara. Menurut
saya, ketika suatu pulau milik Indonesia disewakan atau diinvestasikan kepada
asing, itu sudah melanggar pasal tersebut karena bumi atau tanah yang
seharusnya dikuasai oleh negara, dialihkan kekuasaannya kepada investor. Mengacu
pada UUD 1945, tidak ada satu pun individu yang mendapatkan hak kepemilikan
eksklusif atas sebuah pulau, baik warga negara Indonesia maupun asing. Semua
pulau-pulau itu dikuasi oleh negara
2.
UUD atau PP yang mengatur kepulauan di Indonesia
UUD no 27 tahun 2007
a.
Pasal
1 ayat 1
“Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan
pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antarsektor, antara
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara
ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.”
b.
Pasal
4
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil dilaksanakan dengan tujuan:
a. melindungi, mengonservasi,
merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan;
b. menciptakan keharmonisan dan
sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Sumber Daya
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
c. memperkuat peran serta masyarakat
dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif Masyarakat dalam pengelolaan
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan,
dan keberkelanjutan; dan
d. meningkatkan nilai sosial,
ekonomi, dan budaya Masyarakat melalui peran serta Masyarakat dalam pemanfaatan
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
c.
Pasal
23 ayat 2
Pemanfaatan
Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk salah satu
atau lebih kepentingan berikut:
a. konservasi;
b. pendidikan
dan pelatihan;
c. penelitian
dan pengembangan;
d. budidaya
laut;
e. pariwisata;
f. usaha
perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari;
g. pertanian
organik; dan/atau
h. peternakan.
d.
UU
Agraria 1960
Uu agraria th 1960
Bab 1
(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah
kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa
Indonesia.
(2) Seluruh bumi, air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah
Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan
ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia
dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah
hubungan yang bersifat abadi.
(4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan
bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air.
(5) Dalam pengertian air termasuk
baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
(6) Yang dimaksud dengan ruang
angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat (4) dan (5) pasal
ini.
3. Hubungan dengan kedaulatan negara.
Mengacu pada uud tentang kepulauan
yang ada di Indonesia, berarti bahwa pulau-pulau yang ada di wilayah Indonesia,
baik yang sudah diberi nama ataupun tidak, harus dikuasai oleh negara karena
merupakan bagian dari kedaulatan negara. Namun dalam praktiknya, pemerintah
bersikap menyimpang. Berdasarkan bukti yang ada, banyak pulau di Kepulauan
Seribu yang dikuasai secara eksklusif oleh perorangan. Pemilik pulau-pulau itu juga tidak
mau membayar pajak dengan alasan mereka hanya mengelola untuk kepentingan
pribadi dan bukan fasilitas bisnis umum. Padahal kenyataannya banyak didapati
para pemilik pulau tersebut membangun fasilitas bisnis yang dipergunakan untuk
masyarakat umum seperti resor, penginapan, dan taman wisata yang seharusnya
dikenakan pajak. (jkt.property.com)
Penutup
Setelah
megetahui masalah kepulauan yang ada, diharapkan pemerintah dapat menkaji ulang
tentang pemanfaatan pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia. Berdasarkan uu
yang ada, baik pemerintah atau masyarakat diminta ikut serta dalam mengelola
pulau-pulau dengan sebaik-baiknya. Karena dalam pasal 33 ayat 3 bumi, air,
kekayaan yang ada di Indonesia merupakan milik negara, maka seluruhnya milik
negara, bagian dari kedaulatan negara, bukan untuk dijual atau disewakan.
Pokies | Casinos in Nigeria
BalasHapusPokies is the most reliable online 바카라 총판 casino 피망 포커 apk for those who love to play 슬롯추천 with real money. As 슬롯커뮤니티 you can see from our list of best pokies in Nigeria, we recommend that 탱글다희 영구정지 you