MAKALAH
BIMBINGAN DAN KONSELING
Diajukan untuk
memenuhi tugas Bimingan dan Konseling
![]() |
DISUSUN OLEH :
Fauziah
Rahmawati (1701133)
PRODI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI
DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA
BANDUNG
2018
Kata Pengantar
Assalamualaikum
Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunianya, kami dapat menyelesaikan makalah
untuk memenuhi tugas Bimbingan dan Konseling ini.
Ucapan terimakasih kami sampaikan
kepada Bapak Eka Sakti Yuda selaku dosen mata kuliah Bimbingan dan Konseling
yang telah mengarahkan kami dalam makalah ini. Kami berharap, makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, dan dapat menambah ilmu para pembaca.
Penulis menyadari banyaknya
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, kritik dan saran dari
pembaca sangat kami harapkan dalam perbaikan makalah kami.
Wassalamualaikum
Wr. Wb.
Bandung,
17 April 2018
BAB
I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Kasus kekerasan di dunia pendidikan pada era ini
memang menjadi marak diperbincangkan oleh masyarakat. Sudah banyak kekerasan
yang dilakukan oleh guru kepada murid atau oleh temannya sendiri. Berikut
adalah fakta dari sebuah artikel yang dikutip dari kompas.com.
JAKARTA,
KOMPAS.com - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memberikan catatan akhir
tahun pendidikan di 2017. Salah satunya yaitu, dari pengamatan kualitatif FSGI,
kekerasan di dunia pendidikan terlihat semakin masif dan mengerikan sepanjang
tahun ini. Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriawan Salim menyebutkan beberapa
diantaranya yaitu siswa kelas 3 SD di Sukabumi bernama SR (9 tahun) yang tewas
setelah terlibat perkelahian dengan temannya di belakang sekolah.
Meski
berdasarkan autopsi, kematian SR bukan disebabkan pukulan temannya, namun
pukulan tersebut mengakibatkan SR terjatuh dan pingsan. "Karena SR
memiliki sakit bawaan berupa pengentalan darah, maka posisi jatuh tersebut
mengakibatkan darah yang kental tak bisa mengalir secara lancar," katanya
dalam sebuah diskusi di LBH, Jakarta, Selasa (26/12/2017).
Satriawan
menyebut kasus lain yang terjadi di Lombok Barat, di mana terjadi pemukulan
terhadap sejumlah siswa yang kerap dilakukan oleh seorang guru. Ironisnya, guru
yang kerap melakukan pemukulan tersebut justru menjadi "andalan"
kepala sekolah untuk "mendisiplinkan" siswa di sekolah itu.
Sejumlah
video kekerasan juga sempat viral sepanjang 2017. Salah satunya yakni video
yang memperlihatkan seorang guru yang menampar empat siswi di Maluku Tenggara
Barat. Kemudian ada video pemukulan siswa di Pontianak. Kekerasan juga terjadi
di luar sekolah, namun masih menyasar para pelajar. Pelakunya bahkan merupakan
para senior dan alumni, seperti yang terjadi di kasus gladiator Bogor. Kasus
gladiator Bogor yang melibatkan siswa dan alumni dari SMA Budi Mulia dan SMA
Mardiyuana tersebut menewaskan Hilarius.
"Yang
terakhir terjadi di Rumpin, yang menewaskan MRS karena luka bacok dan
mengakibatkan korban meninggal kehabisan darah," ujar Satriawan. FSGI
menyayangkan masifnya kekerasan di dunia pendidikan. Menurut Satriawan,
semestinya sekolah menjadi tempat yang aman baik bagi siswa maupun guru.
"Tapi ini terbalik. Sekolah menjadi tempat yang tidak aman, karena tidak
hanya bullying tapi juga kekerasan fisik bahkan pembunuhan, itu terjadi di
sekolah, bahkan pelakunya justru guru sendiri," kata dia. Seharusnya,
sekolah menjadi tempat yang aman sebagaimana analoginya sebagai rumah kedua.
Satriawan menyampaikan, FSGI pun memberikan masukan agar guru-guru diberi
pelatihan cara mencegah dan menangani kekerasan di sekolah.
Pasalnya,
menurut dia, banyak guru dan kepala sekolah yang gagap dalam menghadapi
kekerasan di sekolah. Selain itu, pemerintah diharapkan melakukan percepatan
dan sosialiasi program sekolah ramah anak.
Artikel ini telah tayang di
Kompas.com dengan judul "Federasi Serikat Guru: 2017, Kekerasan di Dunia
Pendidikan Makin Masif",
https://nasional.kompas.com/read/2017/12/26/17513181/federasi-serikat-guru-2017-kekerasan-di-dunia-pendidikan-makin-masif.
Penulis : Estu Suryowati
1.2. Rumusan Masalah
1.
Apa yang menjadi
penyebab terjadinya kasus tersebut?
2.
Bagaimana upaya
agar kasus tersebut dapat dicegah berdasarkan teoritis?
1.3. Tujuan
1.
Mengetahui
penyebab terjadinya kasus tersebut.
2.
Mengetahui upaya
agar kasus dapat dicegah.
BAB II
Pembahasan
Kekerasan adalah tindakan yang tidak terpuji dan
tentunya sangat bertentangan dengan berbagai landasan pendidikan. Secara umum,
tindakan kekerasan dartikan sebagai suatu tindakan yang dapat merugikan orang
lain, baik secara fsik maupun secara psikis. Tindak kekerasan apapun tidak
dapat dibenarkan apapun alasannya.
Setelah membaca kasus diatas, dapat dikatakan bahwa
kekerasan telah menentang sila kedua pancasila yang berbunyi “kemanusiaan yang
adil dan beradab”. Pendidikan yang seharusnya mendidik manusia menjadi manusia
yang beradab malah tidak terealisasikan akibat tindakan yang tidak berkenan
oleh pendidik maupun anak didiknya.
Banyak guru memiliki sifat tulus, rela berkorban,
dengan aksi psiko-sosial lembut, penyayang dan mengasih-asuh siswa. Namun,
dalam praktiknya akhir-akhir ini, dalam upaya mendidik atau membimbing untuk
mendisiplinkan anak, ada saja guru yang menggunakan aksi psiko-sosial yang
berbeda jauh dari prinsip pendidikan (A Mapian, 2013). Teknik-teknik yang
dilakukan untuk upaya “mendisiplikan” anak didik yang seharusnya dilakukan
kadangkala tidak mempan. Maka dari itu, tak lazim jika pendidik memilih jalan
yang lebih keras untuk mendisiplinkan anak didiknya.
Bicara tentang teknik dalam menangani anak yang
sulit diatur, teknik ini biasanya dilakukan agar subjek memiliki kompeten unjuk
kerja dalam situasi nyata yang lebih kompleks dari situasi buatan ketika
latihan (A Mapian, 2013). Hal ini meurut
Mapian, berkaitan dengan sifat-sifat sosial yang diperoleh sejumlah guru itu.
Sifat yang keras, menguasai, otoritatif lebih ditampilkan oleh guru dalam aksi
mengajar mereka. Era keterbukaan informasi media massa lebih menunjukkan
eksitensi sifat kekerasan yang dilakukan oleh pendidik dibandingkan sifat
kelembutan yang dimiliki oleh pendidik.
Pendirian kekerasan dalam bentuk apapun dan alasan
apapun tidak dapat dibenarkan bermaksud untuk menyadarkan para pendidik bahwa
suatu komunitas atau individu yang pernah mengalami peristiwa ini akan juga
mengembangkan aksi kekerasan yang dirasionalkan. Kekerasan memiliki nilai
historis didalamnya, dimana apabila seseorang mengalami kekerasan dalam
hidupnya, ia juga akan mungkin melakukan kekerasan tersebut kepada orang lain.
Maka dari itu, bimbingan konseling merupakan wadah untuk memutuskan siklus
kekerasan ini dengan cara mensyiarkan sifat-sifat kelembutan, kebaikan, dll.
Dalam menggali upaya pencegahan kasus kekerasan ini,
perlu diketahui akar-akar permasalahannya terlebih dahulu. Seperti yang sudah
dipaparkan sebelumnya, salah satu akar permasalahan ini adalah karakter dari
pendidik tersebut. Secara teoretik dan umum, karakter didefinisikan sebagai
suatu pengisian energi hidup, elan vital dimana manusia mengatur baik
hubungannya dengan orang lain maupun dalam cara-caranya memadukan diri dengan
alam, untuk pemuasan kebutuhan material. Sifat dan karakter berhubungan satu
sama lain, dan suatu sifat tidak dapat berubah tanpa pengubahan dari suatu
sistem. Seorang doktor bernama Erich Fromm dalam jurnal A. Mapian yang
dipersingkat oleh George Bueree, ia mengungkapkan hubungan akar kekerasan
dengan karakter, bahwa dalam kenyataannya orang belajar mendominasi atau
bagaimana menjadi penurut karena dalam status sosial terdapat lapisan-lapisan
sosial. Dapat dilihat dari kasus di Lombok mengenai guru yang menjadi andalan
kepala sekolah untuk mendisiplinkan muridnya, memukul sejumlah muridnya.
Terlihat lapisan sosial bahwa guru sebagai lapisan atas dan murid sebagai
lapisan bawah. Fromm juga memiliki pandangan bahwa kekerasan ini terjadi karena
sifat keagresifan reaktif yang dimiliki oleh manusia. Maka dari itu, kekerasan
dalam dunia pendidikan dapat terjadi.
Selain dari karakter, kekerasan bisa juga terjadi
apabila murid melakukan tindakan yang tidak sewajarnya kepada siapapun sehingga
menimbulkan pendidik meluapkan amarahnya dan melakukan sifat patriarki kemudian
mengabaikan sifat matriarki yang mengandung ciri-ciri positif. Karena pada
dasarnya manusia itu memiliki sifat alamiah yang baik, namun semua itu
bergantung pada bagaimana cara kita untuk mengendalikannya.
Lalu, bagaimana jika peristiwa kekerasan itu
dilakukan oleh murid kepada murid? Peristiwa ini sering kita sebut dengan bullying. Peristiwa ini dapat terjadi
karena beberapa faktor, diantaranya kurangnya pengawasan atau perhatian dari
pendidik kepada muridnya, kurangnya perlindungan dari pendidik, dll. Pendidik
disini bukan hanya guru sebagai pendidik formal di lingkungan sekolah saja,
tetapi orang tua juga dapat dikatakan sebagai pendidik informal.
Peristiwa bullying
juga dapat terjadi karena faktor traumatik akan historis yang menyebabkan anak
didik memiliki “dendam” tersendiri akibat telah menyaksikan kekerasan yang
dilakukan antar individu kepada individu lain maupun dirinya sendiri. Maka dari
itu pelaku bully tidak sungkan ia
lakukan karena tidak ada yang memberikan pengawasan atau pendidikan tentang itu
kepadanya. Karena itu, sebagai pendidik harus lebih memperhatikan muridnya agar
hal ini tidak terjadi.
Upaya pencegahan ini, Fromm mengungkapkan bahwa
keluarga merupakan sosok pewaris karakter sosial dan identitas individu.
Keluarga merupakan perantara dimana masyarakat atau kelas sosial menanamkan
atau mewariskan struktur khususnya pada anak. Apabila keluarga lebih menanamkan
kultur matriarki dibanding patriarki, maka bibit akan menghasilkan karakter
yang positif dan lebih mengetahui dampaknya. Maka dari itu, seorang anak akan
berperilaku baik dan menghindari sifat patriarki. Adanya bimbingan konseling
bertujuan untuk membentuk manusia yang egaliter, peduli, empati, penuh asuh
sebagaimana sifat alami manusia yang baik yang sudah dipaparkan tadi.
BAB III
Kesimpulan
1.
Akar kekerasan
atau penyebab kekerasan salah satunya akibat karakter yang diwariskan secara
sosial oleh keluarga maupun lingkungan. Karakter tidak dapat diubah secara
instan melainkan harus dilakukan secara total dan bertahap. Perubahan ini
bertujuan untuk menciptakan sifat matriarki dan membuang sifat patriarki.
2.
Upaya yang
dilakukan untuk mencegah hal ini dapat melalui perubahan dan kesadaran dari
individu untuk menjauhkan sifat patriarki. Hal ini dapat dilakukan melalui
pendidikan yang lebih menekankan karakter.
Daftar Pustaka
Estu Soryawati. (2017).
Federasi Serikat Guru: 2017, Kekerasan di
Dunia Pendidikan Makin Masif.
https://nasional.kompas.com
diakses tanggal 17/04/18
A. Mapian. (2013). Kekerasan Psiko-Sosial dalam Pendidikan dan Keniscayaan Bimbingan dan
Konseling. [jurnal] Jurusan Bimbingan dan Konseling Universitas Malang.
F. Amalia. (2017). Strategi Pencegahan Tindakan Kekerasan Terhadap Anak di SDN Banda Aceh.
[jurnal] FKIP Unsyiah Kuala.
Komentar
Posting Komentar